Rabu, 12 Februari 2025

Pahamkah kita di balik Marahnya Seorang Guru ?

Mendidik dengan Hati:
 Marahnya Guru adalah Cinta dan Motivasi, Masihkah ada Ancaman Jeruji?

Samsul Bahri,  S.Pd., M.Pd
Guru Fisika MA Dayah Darul Ulum Banda Aceh

Pendahuluan

Di balik sosok guru yang sabar dan penyayang, tersimpan emosi yang kompleks, termasuk kemarahan. Namun, kemarahan seorang guru tidak selalu berarti negatif. Justru, di balik kemarahan itu, seringkali tersimpan cinta yang mendalam terhadap anak didik dan kepedulian terhadap kemanusiaan. Artikel ini akan mengkaji secara kritis dan mendalam mengenai ekspresi marah guru yang didasari cinta dan kemanusiaan. Kita akan menelaah bagaimana emosi ini dapat menjadi kekuatan pendorong untuk perubahan positif dalam dunia pendidikan, serta batasan-batasan yang perlu diperhatikan agar tidak berujung pada tindakan yang merugikan siswa.

Marah karena Cinta: Antara Ketegasan dan Kasih Sayang

Kemarahan seorang guru yang didasari cinta bukanlah kemarahan yang destruktif. Ia muncul sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab terhadap masa depan anak didik. Guru merasa terpanggil untuk meluruskan kesalahan, menanamkan nilai-nilai luhur, dan membekali siswa dengan pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan untuk meraih kesuksesan.

Dalam konteks ini, kemarahan menjadi energi yang memotivasi guru untuk bertindak tegas. Ketegasan ini diperlukan untuk menghadapi siswa yang melanggar aturan, malas belajar, atau menunjukkan perilaku yang tidak terpuji. Namun, ketegasan yang didasari cinta tidak berarti kekerasan atau tindakan yang merendahkan martabat siswa. Guru tetap harus mengedepankan pendekatan yang humanis dan penuh kasih sayang.

Kemanusiaan sebagai Landasan

Ekspresi marah guru juga dapat didorong oleh rasa kemanusiaan yang mendalam. Guru tidak hanya melihat siswa sebagai individu yang harus pintar, tetapi juga sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat. Guru merasa prihatin ketika melihat siswa mengalami ketidakadilan, diskriminasi, atau perlakuan yang tidak manusiawi.

Dalam situasi seperti ini, kemarahan guru menjadi bentuk pembelaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Guru tidak tinggal diam ketika melihat siswa diperlakukan tidak adil. Mereka berani menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan hak-hak siswa.

Dalil Al-Qur'an dan Relevansi dalam Konteks Pendidikan

Al-Qur'an sebagai pedoman hidup umat Islam, memberikan arahan yang jelas mengenai pentingnya bersikap tegas namun tetapHumanis. Dalam surat An-Nisa' ayat 59, Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa': 59)

Ayat ini mengajarkan bahwa ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya harus menjadi landasan dalam segala tindakan, termasuk dalam mendidik anak. Ulil amri (pemimpin) yang dimaksud dalam ayat ini dapat diartikan sebagai guru dalam konteks pendidikan. Guru memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran dan kebaikan kepada siswa, serta meluruskan kesalahan dengan cara yang bijaksana.

Batasan dan Etika Ekspresi Marah Guru

Meskipun kemarahan dapat menjadi kekuatan pendorong yang positif, guru tetap harus memperhatikan batasan dan etika dalam mengekspresikan emosi ini. Kemarahan yang tidak terkendali dapat berujung pada tindakan yang merugikan siswa, baik secara fisik maupun psikis.

Beberapa batasan yang perlu diperhatikan antara lain:

 * Tidak Melakukan Kekerasan: Guru tidak boleh melakukan kekerasan dalam bentuk apapun, baik verbal maupun fisik. Kekerasan hanya akan menimbulkan trauma pada siswa dan merusak hubungan baik antara guru dan siswa.

 * Tidak Merendahkan Martabat Siswa: Guru harus menghindari kata-kata atau tindakan yang merendahkan martabat siswa. Kemarahan tidak boleh dijadikan alasan untuk menghina atau mempermalukan siswa di depan umum.

 * Memperhatikan Konteks: Guru perlu memperhatikan konteks dan situasi yang dihadapi. Tidak semua kesalahan siswa harus ditanggapi dengan kemarahan. Kadang-kadang, pendekatan yang lebih lembut dan penuh pengertian mungkin lebih efektif.

 * Mengendalikan Diri: Guru harus mampu mengendalikan diri saat merasa marah. Jangan sampai kemarahan menguasai diri dan mendorong guru untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji.

Kasus-kasus marahnya Guru

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut adalah beberapa contoh kasus nyata di mana kemarahan guru dapat berdampak positif:

 * Seorang guru marah karena melihat siswanya menjadi korban perundungan (bullying) di sekolah. Guru tersebut kemudian mengambil tindakan tegas dengan melaporkan kasus ini kepada pihak sekolah dan memberikan dukungan kepada korban.

 * Seorang guru marah karena siswanya tidak mengerjakan tugas sekolah dengan baik. Guru tersebut kemudian memberikan motivasi dan bimbingan kepada siswa agar lebih giat belajar.

 * Seorang guru marah karena melihat siswanya terlibat dalam tawuran antar pelajar. Guru tersebut kemudian mengajak siswa berdiskusi dan memberikan pemahaman tentang bahaya tawuran.

Kesimpulan

Ekspresi marah guru karena cinta pada anak didik dan kemanusiaan adalah fenomena yang kompleks dan penuh makna. Di balik kemarahan itu, tersimpan kepedulian yang mendalam terhadap masa depan siswa dan keinginan untuk menciptakan dunia pendidikan yang lebih baik. Namun, guru juga harus memperhatikan batasan dan etika dalam mengekspresikan emosi ini. Kemarahan yang tidak terkendali dapat berujung pada tindakan yang merugikan siswa. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk selalu mengedepankan pendekatan yang humanis, penuh kasih sayang, dan didasari oleh nilai-nilai luhur kemanusiaan.

Referensi

 * Al-Qur'anul Karim

 * Hadis-hadis Rasulullah SAW

 * Artikel-artikel ilmiah dan jurnal pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dayah Modern Darul Ulum YPUI Banda Aceh Pelepasan lulusan Angkat ke 30 tahun 2025

Banda Aceh – Dayah Modern Darul Ulum YPUI Banda Aceh lakukan pelepasan lulusan. Angkatan ke 30 jenjang MTs (kelas IX) dan MA (kelas XII) pad...